Rabu, 25 Juni 2014

KEBIJAKAN PEMERINTAH

DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

Bantuan Operasional Sekolah (BOS), adalah program kebijakan negara kita terhadap dunia pendidikan. Sebagai bukti bahwa pemerintah sangat peduli dengan kualitas pendidikan bagi anak-anak bangsa. Ini juga merupakan bagian dari mensukseskan program wajib belajar 12 tahun. Pemerintah jelas membantu warga dalam membiayai dana pendidikan anak-anak dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP)

A.    Tujuan Program BOS :
1.         Menggratiskan seluruh siswa tidak mampu ditingkat pendidikan dasar dari beban operasional sekolah, baik disekolah negeri maupun swasta.
2.         Menggratiskan seluruh siswa SD Negeri sampai SMP  Negeri terhadap operasional sekolah, kecuali pada Rintisan Sekolah Bertahap Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertarap Internasional (SBI)
3.         Meringankan biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Hal tersebut menggambarkan bahwa program BOS bermanfaat pada penuntasan wajib belajar 12 tahun, yakni SD maupun dan SMP Negeri maupun swasta.

B.     Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. Program Kejar paket A, paket B, dan SMP terbuka tidak termasuk sasaran dan PKPS-BBM Bidang Pendidikan, karena hampir semua komponen dan ketiga program tersebut telah dibiayai oleh pemerintah. Selain daripada itu, Madrasah Diniyah juga tidak berhak memperoleh BOS, karena siswanya telah terdaftar di sekolah regular yang telah menerima BOS.
Adapun, dana BOS untuk 2008 ini, senilai total Rp11,2 triliun, meliputi siswa SD, SMP, SMP Terbuka dan juga dana BOS yang dikucurkan melalui Departemen Agama. Untuk siswa SD besarnya, yakni Rp252 ribu/siswa/tahun, dan untuk siswa SMP dan SMP Terbuka sebesar Rp 352 ribu/siswa/tahun.

C.     Penggunaan Dana BOS
1.      Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan.
2.      Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);
3.      Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, PAKEM, pembelajaran kontekstual, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);
4.      Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);
5.      Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;
6.      Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, modem, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;
7.      Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan sanitasi/WC siswa, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;
8.      Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS;
9.      Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;
10.  Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, seragam, sepatu/alat tulis sekolah bagi siswa miskin yang menerima Bantuan Siswa Miskin . Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);
11.  Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
12.  Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;
13.  Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah. 

D.    Larangan Penggunaan Dana BOS
1.      Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
2.      Dipinjamkan kepada pihak lain.
3.      Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.
4.      Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.
5.      Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah).
6.      Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
7.      Membangun gedung/ruangan baru.
8.      Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
9.      Menanamkan saham.
10.  Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu.
11.  Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan.
12.  Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/ pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Kementerian Pendidikan Nasional.

E.     Alokasi Dana BOS
Pengalokasian dana BOS dilaksanakan sebagi berikut:
a. Tim PKPS-BBM Pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui tim PKPS-BBM Propinsi dan Kahupaten/ Kota kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap Propinsi.
b. Atas dasar data jumlah siswa tiap Sekolah, Tim PKPS BBM Pusat membuat alokasi dana BOS tiap Propinsi yang di tuangkan dalam DIPA Propinsi.
c. Tim PKPA Propinsi dan Tim Kabupaten/ Kota diharapkan melakukan vertifikasi ulang data jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam menerapakan alokasi di tiap sekolah.
d. Tim PKPS BBM Kahupaten / Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS melalui Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kepala Kandepag Kabupaten/Kota, dan Dewan Pendidikan dengan dilampiri daftar nama sekolah dan besar dana bantuan yang diterima (format BOS-02A dan format BOS02B). Sekolah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)
e. Tim PKPS-BBM Kab/Kota mengirimkan SK Alokasi BOS dengan melampirkan daftar ke Tim PKPS-BBM Propinsi, tembusan ke Pos/ Bank dan SekoIah penerima BOS
Dalam menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa dalam satu tahun anggran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut:
a. Alokasi BOS tiap sekolah untuk periode Januari-Juni 2007 didasarkan pada jumlah siswa tahun pelajaran 2006/2007.
b. Alokasi BOS tiap sekolah periode Juli-Desember 2007 didasarkan pada data jumlah siswa tahun pelajaran 2006/2007. Oleh karena itu, setiap sekolah diminta agar mengirim data jumlah siswa ke tim PKPS-BBM Kab/Kota, segera setelah masa pendaftaran tahun 2007 selesai.
Tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Muhammad Joni mengatakan, sudah seharusnya pemerintah menerapkan pendidikan wajib belajar 12 tahun.. "Pemerintah masih menggunakan wajib belajar 9 tahun. Sedangkan saat ini sudah ada di beberapa daerah yang melaksanakan wajib belajar 12 tahun. Kenapa pemerintah tidak tidak mengubah wajib belajar menjadi 12 tahun. Toh ini juga merupakan hak anak dan itu ada dalam konversi hak anak," ucapnya, saat dihubungiSindonews, Rabu (24/7/2013).
F.      Temuan- temuan di Lapangan
1.      Penggelembungan Dana BOS
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setiap tahun terhadap penggunaan anggaran negara di institusi pemerintahan, termasuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), selalu memperlihatkan rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran dana pendidikan. Karena itu, sering terjadi kebocoran dan inefisiensi tiap kali akan melangsungkan subsidi sekolah, terlebih terhadap dana proyek bantuan sekolah dari pemerintah. Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi X (pendidikan) DPR dengan Mendiknas, Bambang Sudibyo, terungkap hasil audit BPKP yang menunjukkan terjadinya penggelembungan jumlah siswa sekolah di 29 provinsi. Hanya empat provinsi yang tidak ditemukan kasus tersebut, yakni Lampung, Jambi, Gorontalo, dan Bali. Tetapi, belum tentu empat provinsi itu tidak menyelewengkan dana bantuan sekolah dalam bentuk lain, seperti dana pengembangan fisik sekolah, dana pengadaan buku pelajaran.
Selain itu, di antara dana BOS 2007 sebesar Rp 10,314 triliun, sebanyak 71,6 % atau Rp 7,14 triliun tersalurkan dengan baik. Sisanya tidak jelas rimbanya. Ironisnya, hal tersebut dibiarkan saja oleh Mendiknas. Malah dengan penuh percaya diri dia mengatakan bahwa secara umum pelaksanaan BOS 2006 berjalan sukses dan tepat sasaran.
Padahal kalau menyaksikan sendiri di lapangan, hingga sekarang masih banyak sekolah yang belum menerima dana BOS. Karena itu, para pengelola pendidikan harus pontang-panting mencari utang, bahkan banyak yang harus mengeluarkan kocek sendiri demi berlangsungnya proses pendidikan sambil menunggu dana BOS turun.
2.      BOS diselewengkan oleh Dinas Propinsi
Penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Jatim) diduga menyimpang atau diselewengkan, dugaan kebocoran dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp3,29 triliun dan APBD Provinsi Jatim sebesar Rp458 miliar ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut hasil audit BPK pada 2007, bentuk penyimpangan anggaran pendukung program Wajib Belajar 9 Tahun itu terkait penggunaan atau penyalurannya. Indikasi awal adalah tidak tercapainya standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan serta ketidaktepatan sasaran, jumlah, dan waktu atas pelaksanaan dana program BOS untuk seluruh wilayah Jatim dalam tahun 2006 dan 2007.
Temuan BPK ini muncul dengan adanya laporan LSM Graji Massal ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Adanya laporan penyimpangan dana BOS Selain terkait penyimpangan penyaluran, dana BOS diduga disalurkan tidak sesuai perencanaan untuk mencapai tujuan berupa peningkatan program Wajib Belajar 9 Tahun dana BOS belum diterima tiap sekolah penerima sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan.
Dari data BPK, penyaluran dana BOS dilakukan melalui kerja sama antara Dinas P dan K Provinsi Jatim dan PT Bank Jatim untuk periode Juli–Desember 2006 dan tahun anggaran 2007. Setelah dilakukan pemeriksaan atas rekening koran satuan kerja (satker) Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Dinas Provinsi Jatim dari PT Bank Jatim ke wilayah kabupaten untuk ditransfer ke rekening-rekening sekolah,ternyata masih ditemukan pengiriman dana BOS mengendap.
  
G.    SARAN
Sekolah harus transparan semua program dan pendanaan mulai dari sumber hingga pertanggung jawabannya. Perlu juga ada pengawasan yang baik dari pemerintah dan komite sekolah yang bersangkutan. Harus ada juga hukuman yang tegas atas segala bentuk penelewengan dana bos ini .

H.    Daftar Pustaka