DANA
BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), adalah
program kebijakan negara kita terhadap dunia pendidikan. Sebagai bukti bahwa
pemerintah sangat peduli dengan kualitas pendidikan bagi anak-anak bangsa. Ini
juga merupakan bagian dari mensukseskan program wajib belajar 12 tahun.
Pemerintah jelas membantu warga dalam membiayai dana pendidikan anak-anak dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP)
A. Tujuan Program BOS :
1. Menggratiskan
seluruh siswa tidak mampu ditingkat pendidikan dasar dari beban operasional
sekolah, baik disekolah negeri maupun swasta.
2. Menggratiskan
seluruh siswa SD Negeri sampai SMP Negeri terhadap operasional sekolah, kecuali
pada Rintisan Sekolah Bertahap Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertarap
Internasional (SBI)
3. Meringankan
biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Hal tersebut
menggambarkan bahwa program BOS bermanfaat pada penuntasan wajib belajar 12
tahun, yakni SD maupun dan SMP Negeri maupun swasta.
B. Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah
setingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di
Indonesia. Program Kejar paket A, paket B, dan SMP terbuka tidak termasuk
sasaran dan PKPS-BBM Bidang Pendidikan, karena hampir semua komponen dan ketiga
program tersebut telah dibiayai oleh pemerintah. Selain daripada itu, Madrasah
Diniyah juga tidak berhak memperoleh BOS, karena siswanya telah terdaftar di
sekolah regular yang telah menerima BOS.
Adapun, dana BOS untuk 2008 ini, senilai total
Rp11,2 triliun, meliputi siswa SD, SMP, SMP Terbuka dan juga dana BOS yang
dikucurkan melalui Departemen Agama. Untuk siswa SD besarnya, yakni Rp252
ribu/siswa/tahun, dan untuk siswa SMP dan SMP Terbuka sebesar Rp 352
ribu/siswa/tahun.
C. Penggunaan
Dana BOS
1. Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti
yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan.
2. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru,
yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan
pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan
lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy,
konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan
lainnya yang relevan);
3. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, PAKEM, pembelajaran
kontekstual, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga,
kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di
luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka
mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya
pendaftaran mengikuti lomba);
4. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan
hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi
ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);
5. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis,
pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris,
langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan
sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;
6. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon,
internet, modem, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di
sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika
sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah,
maka diperkenankan untuk membeli genset;
7. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap
bocor, perbaikan sanitasi/WC siswa, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan
mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan
perawatan fasilitas sekolah lainnya;
8. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan
honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang
membantu administrasi BOS;
9. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan
KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan
KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan
menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;
10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang
menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, seragam, sepatu/alat
tulis sekolah bagi siswa miskin yang menerima Bantuan Siswa Miskin . Jika
dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana
yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu
penyeberangan, dll);
11. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk
tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi
bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam
rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
12. Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk
kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun
anggaran;
13. Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi
pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut
dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik,
peralatan UKS dan mebeler sekolah.
D. Larangan Penggunaan
Dana BOS
1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
3. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan
memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan
sejenisnya.
4. Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.
5. Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi
(bukan inventaris sekolah).
6. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
7. Membangun gedung/ruangan baru.
8. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
9. Menanamkan saham.
10. Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah
pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru
bantu.
11. Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi
sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara
keagamaan/acara keagamaan.
12. Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/
pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan
lembaga di luar Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Kementerian
Pendidikan Nasional.
E. Alokasi
Dana BOS
Pengalokasian dana BOS dilaksanakan sebagi berikut:
a. Tim
PKPS-BBM Pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui tim PKPS-BBM
Propinsi dan Kahupaten/ Kota kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap
Propinsi.
b. Atas
dasar data jumlah siswa tiap Sekolah, Tim PKPS BBM Pusat membuat alokasi dana
BOS tiap Propinsi yang di tuangkan dalam DIPA Propinsi.
c. Tim
PKPA Propinsi dan Tim Kabupaten/ Kota diharapkan melakukan vertifikasi ulang
data jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam menerapakan alokasi di tiap
sekolah.
d. Tim
PKPS BBM Kahupaten / Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS melalui
Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Kepala Kandepag Kabupaten/Kota, dan Dewan Pendidikan dengan
dilampiri daftar nama sekolah dan besar dana bantuan yang diterima (format
BOS-02A dan format BOS02B). Sekolah yang bersedia menerima BOS harus
menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)
e. Tim
PKPS-BBM Kab/Kota mengirimkan SK Alokasi BOS dengan melampirkan daftar ke Tim
PKPS-BBM Propinsi, tembusan ke Pos/ Bank dan SekoIah penerima BOS
Dalam
menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa dalam satu
tahun anggran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu
acuan sebagai berikut:
a. Alokasi
BOS tiap sekolah untuk periode Januari-Juni 2007 didasarkan pada jumlah siswa
tahun pelajaran 2006/2007.
b. Alokasi
BOS tiap sekolah periode Juli-Desember 2007 didasarkan pada data jumlah siswa
tahun pelajaran 2006/2007. Oleh karena itu, setiap sekolah diminta agar
mengirim data jumlah siswa ke tim PKPS-BBM Kab/Kota, segera setelah masa
pendaftaran tahun 2007 selesai.
Tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Muhammad
Joni mengatakan, sudah seharusnya pemerintah menerapkan pendidikan wajib belajar
12 tahun.. "Pemerintah masih menggunakan wajib belajar 9 tahun. Sedangkan saat
ini sudah ada di beberapa daerah yang melaksanakan wajib belajar 12 tahun.
Kenapa pemerintah tidak tidak mengubah wajib belajar menjadi 12 tahun. Toh ini
juga merupakan hak anak dan itu ada dalam konversi hak anak," ucapnya,
saat dihubungiSindonews, Rabu (24/7/2013).
F.
Temuan- temuan di Lapangan
1.
Penggelembungan Dana BOS
Hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setiap tahun terhadap penggunaan anggaran
negara di institusi pemerintahan, termasuk Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas), selalu memperlihatkan rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran
dana pendidikan. Karena itu, sering terjadi kebocoran dan inefisiensi tiap kali
akan melangsungkan subsidi sekolah, terlebih terhadap dana proyek bantuan
sekolah dari pemerintah. Dalam
Rapat Kerja (Raker) Komisi X (pendidikan) DPR dengan Mendiknas, Bambang
Sudibyo, terungkap hasil audit BPKP yang menunjukkan terjadinya penggelembungan
jumlah siswa sekolah di 29 provinsi. Hanya empat provinsi yang tidak ditemukan
kasus tersebut, yakni Lampung, Jambi, Gorontalo, dan Bali. Tetapi, belum tentu
empat provinsi itu tidak menyelewengkan dana bantuan sekolah dalam bentuk lain,
seperti dana pengembangan fisik sekolah, dana pengadaan buku pelajaran.
Selain itu, di antara dana BOS 2007 sebesar
Rp 10,314 triliun, sebanyak 71,6 % atau Rp 7,14 triliun tersalurkan dengan
baik. Sisanya tidak jelas rimbanya. Ironisnya, hal tersebut dibiarkan saja oleh
Mendiknas. Malah dengan penuh percaya diri dia mengatakan bahwa secara umum
pelaksanaan BOS 2006 berjalan
sukses dan tepat sasaran.
Padahal kalau menyaksikan sendiri di
lapangan, hingga sekarang masih banyak sekolah yang belum menerima dana BOS.
Karena itu, para pengelola pendidikan harus pontang-panting mencari utang,
bahkan banyak yang harus mengeluarkan kocek sendiri demi berlangsungnya proses
pendidikan sambil menunggu dana BOS turun.
2.
BOS diselewengkan oleh
Dinas Propinsi
Penyaluran
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
(Jatim) diduga menyimpang atau diselewengkan, dugaan kebocoran dana yang
bersumber dari APBN sebesar Rp3,29 triliun dan APBD Provinsi Jatim sebesar
Rp458 miliar ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut hasil audit BPK
pada 2007, bentuk penyimpangan anggaran pendukung program Wajib Belajar 9 Tahun
itu terkait penggunaan atau penyalurannya. Indikasi awal adalah tidak
tercapainya standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan serta ketidaktepatan
sasaran, jumlah, dan waktu atas pelaksanaan dana program BOS untuk seluruh
wilayah Jatim dalam tahun 2006 dan 2007.
Temuan
BPK ini muncul dengan adanya laporan LSM Graji Massal ke Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Jatim. Adanya laporan penyimpangan dana BOS Selain terkait
penyimpangan penyaluran, dana BOS diduga disalurkan tidak sesuai perencanaan
untuk mencapai tujuan berupa peningkatan program Wajib Belajar 9 Tahun dana BOS
belum diterima tiap sekolah penerima sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan.
Dari data BPK, penyaluran dana BOS dilakukan
melalui kerja sama antara Dinas P dan K Provinsi Jatim dan PT Bank Jatim untuk
periode Juli–Desember 2006 dan tahun anggaran 2007. Setelah dilakukan
pemeriksaan atas rekening koran satuan kerja (satker) Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Dinas Provinsi Jatim dari PT
Bank Jatim ke wilayah kabupaten untuk ditransfer ke rekening-rekening
sekolah,ternyata masih ditemukan pengiriman dana BOS mengendap.
G. SARAN
Sekolah harus transparan semua program dan pendanaan mulai dari
sumber hingga pertanggung jawabannya. Perlu juga ada pengawasan yang baik dari
pemerintah dan komite sekolah yang bersangkutan. Harus ada juga hukuman yang
tegas atas segala bentuk penelewengan dana bos ini .
H. Daftar Pustaka