Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, sudah banyak
tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan sistem perekonomian yang tepat bagi bangsa indonesia, baik secara individu
maupun diskusi kelompok. Tokoh ekonomi indonesia saat itu, Sumitro
Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa
sistem yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran tetapi dalam proses
perkembanganya telah disepakati suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan
sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang
disebut
Demokrasi Ekonomi.
Mengapa dipilih sistem
Demokrasi ekonomi, karena menurut beliau sistem Demokrasi Ekonomi memiliki
ciri-ciri yang positif, diantaranya adalah :
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan.
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan
yang dikehendakinya serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan
yang layak.
- Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
- Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara
dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan
umum.
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.
Dengan demikian
perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya : Free fiht liberalism,
yaitu adanya suatu kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan
terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah dan terjajah dengan akibat
semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Meskipun
awal perkembangan perekonomian indonesia menganut sistem ekonomi pancasila.
Ekonomi demokrasi dan mungkin ‘campuran’ namun bukan berarti sistem
perekonomian liberalis
dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai
dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam
perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai
corak perekonomian di tahun 1960-an sampai masa orde baru.
Berdasarkan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 pasal 33 setelah amandemen
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang
CIRI-CIRI
UTAMA SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA
- perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas
asas kekeluargaan
- sector yang mengusai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
- semua sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan
digunakan untuk kemakmuran rakyatnya
- perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan
demokrasi ekonomiPERANAN
PEMERINTAH
DALAM SISTEM EKONOMI DI INDONESIA
- sebagai pelaku ekonomi dalam kegiatan produksi,
distribusi dan konsumsi
- sebagai pengatur ekonomi dalam kebijakan moneter
dan kebijakan fiscal
SEJARAH
PERKEMBANGAN
• 1950-1959 : Sistem ekonomi liberal (masa
demokrasi)
• 1959-1966 : Sistem ekonomu etatisme (masa
demokrasi terpimpin)
• 1966-1998 : Sistem ekonomi pancasila (demokrasi
ekonomi)
• 1998-sekarang : sistem ekoonomi pancasila
(demokrasi ekonomi) yang dalam prakteknya cenderung liberal
Dalam suatu negara, proses dinamika pembangunan
ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal (domestik) dan eksternal
(global). Yang termasuk ke dalam faktor internal yaitu kondisi fisik (iklim),
lokasi geografi, jumlah dan kualitas SDA, SDM yang dimiliki, dan kondisi awal perekonomian.
Sedangkan faktor eksternal meliputi perkembangan teknologi, kondisi
perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.
Sudah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Akan tetapi
kondisi perekonomian Indonesia tidak juga membaik. Masih terdapat ketimpangan
ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per
kapita yang masih rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian di
Indonesia, kita perlu mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari
masa orde lama hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat
mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah
dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan
kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada. Sistem perekonomian
Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu Pemerintahan pada masa orde lama, orde baru,
dan reformasi.
Sejak berdirinya negara RI, sudah banyak tokoh-tokoh
negara pada saat itu yang telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi
bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok. Seperti Bung
Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian
Indonesia yang sesuai cita-cita tolong menolong adalah koperasi namun bukan
berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan
terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat
itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan
bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Menurut UUD 1945,
sistem perekonomian Indonesia tercantum dalam pasal-pasal 23, 27, 33 & 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang di antaranya
adalah (Suroso, 1993) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan
adanya :
1. Free
fight liberalism, yaitu adanya suatu kebebasan usaha yang tidak terkendali
2.
Etatisme, yaitu keikutsetaan pemerintah yang terlalu dominan
3.
Monopoli,suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
tertentu,
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian
Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, Demokrasi Ekonomi dan “mungkin
campuran”, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak
pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950an- 1957an merupakan bukti
sejarah adanya corak liberalis dalam
perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, yang mewarnai sistem
perekonomian Indonesia pada tahun 1960an sampai dengan masa orde baru
Walaupun demikian, semua program dan rencana
tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
Program-program
tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan di bidangnya, namun oleh
tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung
mentitikberatkan pada masalah politik, bukan masalah ekonomi.
Kelanjutan
dari akibat di atas, dana negara yang seharusnya di alokasikan untuk
kepentingan kegiatan ekonomi, justru di alokasikan untuk kegiatan politik &
perang
Faktor
berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk
(setiap parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13x kabinet yang
berganti pada saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang
telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas.
Disamping
itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi
dari berbagai pihak. Selain itu, putusan individu dan partai lebih di
dominankan daripada kepentingan pemerintah dan negara. Cenderung terpengaruh
untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia (liberalis, 1950- 1957) dan etatisme (1958- 1965) Orde
Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar.
Presiden
Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur Administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli
ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya
bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan Aspirasi rakyat sering kurang didengar
oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi
tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
Sejarah
Perkembangan Sistem Perkonomian Indonesia
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Penjajahan
Masa
Pendudukan Belanda
Pada masa penjajahan indonesia menerapkan sistem
perekonomian monopolis.dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan desuai
penguasa perdaganngan Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai
perdagangan Indonesia saat itu. Pada masa VOC berkuasa mereka nerap kan
peraturan dan strategi agar mereka tetep menguasai perekonomian Indonesia.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie
(kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi)
dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar
harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan
jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan
hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua
aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi
oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan
menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan
kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu
kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan.
Masa
Pendudukan Inggris
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang
telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent
(pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles
mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan
landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk
Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang
menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya,
tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam
perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir
kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda
Masa
Cultuurstelsel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai
diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah
untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia.
Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan
rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll.
Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi
Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah
penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di
Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam
rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat
diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke
gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah
ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu
cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja
rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai
mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan
tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya
taraf hidup mereka dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi
lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan
kegiatan ekonomi nonagraris.
Sistem
Ekonomi Pintu Terbuka
Adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang
menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong
pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama
bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Masa
pendudukan Jepang
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan
pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang
Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur
ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana
kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer
dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas
utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang
sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Lama
Pada masa awal kemerdekaan perekonomian Indonesia
amatlah buruk antara lain disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi karena
pada saat itu indonesia menggunakan 4 mata uang, yaitu mata uang De Javasche
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
Masa ini disebut masa liberal, Perekonomian
diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez
faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa
bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya
sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959,
maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi
Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama
dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter
itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.
Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan
juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara
Barat.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Baru
Setelah jatuhnya masa pemerintahan presiden Soekarno
dan digantikan oleh presiden Soeharto,banyak rencana untuk membangun Indonesia
menjadi negara yang lebih maja dan mampu bersaing dengan negara lain. Pada masa
ini perbaikan di bidang ekonomi dan politik adalah prioritas utama. Program
pemerintahan saat itu berorientasi pada usaha mengontrol laju inflasai yang
menjadi warisan dari pemerintahan sebelumnya,penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan,
karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di
segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan
dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha,
partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan.
Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang
(25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan
lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil
swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan
rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi,
dan industrialisasi yang meningkat pesat. Namun dibalik itu dampak negatifnya
adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam,
perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan
ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di
mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan
adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam
pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor
berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya
pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono
adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan
pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji
memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para
investor dengan kepala-kepala daerah.